Kamis, 14 Januari 2010

asuhan keperawatan anestesi pada cholesistektomy

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pendidikan D-IV Keperawatan Anestesi Reanimasi sebagai suatu pendidikan tinggi mengemban tugas untuk membentuk peserta didik yang berkualitas. Pembentukan kualitas tersebut ditempuh tidak hanya melalui proses belajar mengajar secara klasikal dengan pemberian teori, namun juga ditunjang dengan kegiatan praktek laboratorium dan klinik.
Kurikulum Pendidikan D-IV Keperawatan Anestesi Reanimasi menuntun proses belajar mengajar untuk memcapai kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa, adapun kompetensinya yaitu mampu memberikan asuhan keperawatan klien pre, intra, post anestesi.
Uji kompetensi bagi Mahasiswa Program Studi D-IV Keperawatan Anestesi Reanimasi merupakan satu kesatuan uji kompetensi dari keseluruhan yang harus ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar selama dua semester. Bentuk uji kompetensi dapat berupa test tertulis dan tes keterampilan yang dilaksanakan baik di laboratorium maupun di klinik. Uji kompetensi di klinik memungkinkan mahasiswa diuji pada beberapa kompetensi sekaligus yang menggambarkan integrasi dari aspek pengetahuan, sikap dan psikomotor.

B. Tujuan
A. Tujuan umum
Setelah dilaksakan uji kompetensi utama mahasiswa D-IV Keperawatan Anestesi Reanimasi Program A Poltekes Depkes Yogyakarta dinyatakan kompeten secara akademik pada kompetensi yang diujikan.


B. Tujuan khusus
1. Terlaksananya uji kompetensi praktik mahasiswa Prodi D-IV Keperawatan Anestesi Reanimasi.
2. Mengevaluasi kemampuan/kompetensi mahasiswa dalam bidang Keperawatan Anestesi Reanimasi
3. Diketahuinya pencapaian kompetensi mahasiswa yang diuji

C. Ruang lingkup
Ujian kompetensi praktek klinik yang dilaksanakan oleh Mahasiswa D-IV Keperawatan Anestesi Reanimasi Program A Poltekes Depkes Yogyakarta pada pasien dengan kategori ASA I-II, tidak termasuk pasien ”one day care”, mencakup asuhan pre, intra dan post anestesi di Ranap Lantai III (Bangsal Bedah) dengan pelaksanaan anestesi di IBS RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten pada pasien dengan diagnosa medis Cholelitiasis, waktu Senin, 3 Agutus 2009.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (Duktus Koledocus ).
b. Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
c. Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu.
d. Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.
B. Penyebab
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen - pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Macam - macam batu yang ter-bentuk:
1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena kenaikan sekresi
kolesterol dan penurunan produksi empedu. Faktor lain yang
berperan dalam pembentukan batu empedu yaitu :
• Infeksi kandung empedu
• Usia yang bertambah
• Obesitas
• Wanita
• Kurang makan sayur
• Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
2. Batu pigmen empedu , ada dua macam ;
• Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan
disertai hemolisis kronik / sirosis hati tanpa infeksi.
• Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis – lapis, dite-
mukan di sepanjang saluran empedu, disertai bendungan
dan infeksi.
3. Batu saluran empedu.
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah
vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian
divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermi
ten duktus koledokus dan bendungan ini memudahkan timbul
nya infeksi dan pembentukan batu.

C. Pathofisiologi :
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya. Faktor predisposisi yang penting adalah :
• Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu
• Statis empedu
• Infeksi kandung empedu
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang pa- ling penting pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu. Stasis em- pedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersatura si progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebab kan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagi an pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus.

Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.

D. Perjalanan Batu
Batu empedu asimtomatik dapat ditemukan secara kebetulan pada pembentukan foto polos abdomen dengan maksud lain. Batu baru akan memberikan keluhan bila bermigrasi ke leher kandung empe- du ( duktus sistikus ) atau ke duktus koledokus. Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Tergantung beratnya efek yang timbul, akan memberikan gambaran klinis kolesistitis akut atau kronik.
Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doude- num atau tetap tinggal diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif.

E. Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS
TANDA :
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme
2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kwadran kanan atas
3. Kandung empedu membesar dan nyeri
4. Ikterus ringan
TANDA:
1. Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen
2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang Menetap
2. Mual dan muntah
3. Febris (38,5)
GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid
epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah
skapula kanan
2. Nausea dan muntah
3. Intoleransi dengan makanan berlemak
4. Flatulensi
5. Eruktasi (bersendawa)

E. Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium :
1. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun
karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi
vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini
karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu
( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP),
bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran
empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian
cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pan
kreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan
adanya batu di sistim billiar.

9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada
saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones,
pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.



A. General Anestesi (GA)
1. Batasan
Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari : (1). Hipnotik, (2). Analgesia, (3). Relaksasi otot.
2. Persiapan
Alat :
Sarung tangan steril 1 pasang
Spuit 3 cc 2 buah
Spuit 5 cc 2 buah
Spuit 10 cc 1 buah
Intubasi set 1 set
ETT Dewasa 3 ukuran
Stilet mandarin dewasa 1 buah
Mayo 3 ukuran
Kateter suction 1 buah
Plester dan gunting
Ambubag yang tersambung oksigen
Bengkok 1 buah
Stetoskop 1 buah
Suction unit 1 buah
Monitor pasien 1 set
Mesin anestesi
Obat :
Obat anti emetic (Metoclopramide) 1 ampul
Aqua for injection 2 fls
Cairan infus kiristaloid 5 fls
Cairan infus koloid 1 fls
Analgetik non narkotik
Obat emergensi
Obat anti kolinergik
- SA
Obat induksi
- Propofol
- Ketamin
- Thiopenthal
Obat Musrelaksan
- S. Colin
- Atracurium
Obat anti depresan
- midazolam
- diazepam
Gas anestesi
3. Prosedur
Intubasi dengan pernapasan control
Teknik ini dilakukan agar tidak terjadi peningkatan tekanan intra abdominal dan didapatkan rileksasi organ - organ intra abdominal sehingga memudahkan tindakan pembedahan
a. Induksi anastesi dengan thiopental/Recofol dosis tidur
b. Lakukan oksigenisasi dengan oksigen berkonsentrasi tinggi dalam waktu minimal 1- 3 menit atau minimal 10 kali pernapasan dengan aliran oksigen 10 Lt/menit menggunakan masker wajah. Pemberian oksigen dengan cara ini untuk mempertahankan pasien supaya tetap teroksigenisasi dengan baik, bahkan jika intubasi membutuhkan waktu beberapa menit.
c. Lakukan intubasi setelah pemberian relaksan otot dengan atracurium, lakukan ventilasi dengan 02 5 lt bisa ditambahkan N2O dan gas anestesi (sevo/iso/halothane) sampai rileksasi didapatkan,bila memakai eter secara bertahap penurunan konsentrasi eter sampai 6%, cara ini bertujuan untuk memberikan eter sewaktu relaxant masih bekerja,sehingga pasien tidak batuk atau tidak terjadi tahanan waktu pernapasan kembali.
d. pertahankan control pernafasan pasien secara baik dengan halotan 1,5% ditambah dengan oksigen 1,5 liter dan N2O 3,5 (low flow) atau eter 6% dalam udara.
e. Pada akhir operasi, lakukan ektubasi baik pada saat pasien dalam keadaan anestesi dalam (naikan konsentrasi anestetik pada gas inspirasi menjadi 10% eter atau 3% halotan selama 2 menit sebelum ekstibasi) atau pada saat pasien bangun. Selalu lakukan penghisapan secret dari mulut dan faring.

B. Konsep Asuhan Keperawatan
Dalam mendukung/memberikan pelayanan terbaik terhadap pasien yang akan dilakukan tindakan cholesistektomy, maka sangat diperlukan peran serta perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan perioperatif secara komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi ; (1), Pengkajian (2), Perumusan diagnose (3), Perencanaan dan Pelaksanan tindakan (3), Evaluasi, serta Dokumentasi keperawatan.

1. Pengkajian
a. Kebutuhan Dasar
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum
Kehilangan produktifitasdan penurunan toleransi latihan
Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan

SIRKULASI
Gejala Palpitasi, angina/nyeri dada
Tanda Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang)
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin tanda lanjut)
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.

INTEGRITAS EGO
Gejala Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga
Takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati
Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang tergantung pada keluarga.
Tanda Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif

ELIMINASI
Gejala Perubahan karakteristik urine dan atau feses.
Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal)
Tanda Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali)
Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali)
Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal).
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut)

MAKANAN/CAIRAN
Gejala Anoreksia/kehilangna nafsu makan
Disfagia (tekanan pada easofagus)
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa)
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin)
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraabdominal)
NEUROSENSORI
Gejala Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda Status mental : letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap sekitar.
Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng spinal)

NYERI/KENYAMANAN
Gejala Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus).
Nyeri segera pada area yang terkena setelaah minum alkohol.
Tanda Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.

PERNAPASAN
Gejala Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
Tanda Dispnea, takikardia
Batuk kering non-produktif
Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).

KEAMANAN
Gejala Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler pwencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial)
Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus Epstein-Barr).
Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil.
Kemerahan/pruritus umum
Tanda Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC tanpa gejala infeksi.
Nodus limfe simetris, tak nyeri,membengkak/membesar (nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan mediastinal)
Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan.
Pembesaran tosil
Pruritus umum.
Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo)
SEKSUALITAS
Gejala Masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi)
Penurunan libido.

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala Faktor resiko keluargaa (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin dari pada populasi umum)
Pekerjaan terpajang pada herbisida (pekerja kayu/kimia)
Pertimbangan
Rencana pemulangan DRG menunjukkan rerata lama dirawat 3,9 hari, dengan intervensi bedah 10,1 hari.
Dapat memerlukan bantuan terapi medik/suplai, aktivitas perawatan diri dan ataupekerjaan rumah/transportasi, belanja.


Rencana Keperawatan

PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Memberikan dukungan fisik dan psikologi selama tes diagnostik dan program pengobatan.
2. Mencegah komplikasi
3. Menghilangkan nyeri
4. Memberikan informasi tentang penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
TUJUAN PEMULANGAN
1. Komplikasi dicegah/menurun
2. Menerima situasi dengan nyata.
3. Nyeri hilang/terkontrol
4. Proses penyakit/prognosis, kemungkinan komplikasi dan program pengobatan di pahami.

Diagnosa Keperawatan Pola Pernapasan/Bersihkan Jalan Napas, Tak Efektif Resiko Tinggi Terhadap
Faktor resiko meliputi Obstruksi trakeobronkial, pembesaran nodus mediastinal dan atau edema jalan jalan napas (hodgkin dan non-hodgkin), sindromvena kava superior (non-hodgkin)
Kemungkinan dibuktikan oleh (tidak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa aktual)
Hasil Yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi Pasien Akan Mempertahankan Pola Pernapasan Normal/Efektif Bebas Dispnea, Sianosis Atau Tanda Lain Distres Pernapasan


INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji/awasi prekuensi pernapasan, kedalaman, irama. Perhatikan laporan dispnea dan/atau penggunaan otot bantu pernapasan cuping hidung, gangguan pengembangan dada Perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesori) dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan/ pengaruh pernapasan yang membutuhkan upaya intervensi
Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman, biasanya dengan kepala tempt tidur yang tinggi atau duduk tegak kedepan (beban berat pada tangan) kaki digantung Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi
Beri posisi dan bantu ubah posisi secara periodik Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan memobilisasikaan sekresi
Anjurkan/bantu dengan tehnik napas dalam dan/atau pernapasan bibiratau pernapasan diagfragmatik abdomen bila diindikasikan Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberikan pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas
Awasi/evaluasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis (khususnya pada dasar kulit, daun telinga,dan bibir) Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah, menimbulkan hipoksemia.
Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas. Perhatikan keluhan dispnea/lapar udara meningkatkan kelelahan. Jadwalkaan periode istirahat antara aktivitas Penurunan oksigen seluler menurunkan toleransi aktivitas. Istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah kelelahandan dispnea
Identifikasi/dorong tehnik penghematan energi mis : periode istirahat sebelum dan setelah makan, gunakan mandi dengan kursi, duduk sebelum perawatan Membantu menurunkan kelelahan dan dispnea dan menyimpan energi untuk regenerasi selulerdan fungsi pernapasan
Tingkatkan tirah baring dan berikan perawatan sesuai indikasi selama eksaserbasi akut/panjang Memburuknya keterlibatan pernapasan/ hipoksia dapat mengindikasikan penghentian aktivitas untuk mencegah pengaruh pernapasan lebih serius
Dorong ekspresi perasaan, terima kenyataan situasi dan perasaan normal. Ansietas meningkatkan kebutuhan oksigen dan hipoksemia mempotensialkan distres pernapasan/gejala jantung yang meningkatkan ansietas
Berikan lingkungan tenang Meningkatkan relaksasi, penyimpanan energi dan menurunkan kebutuhan oksigen
Observasi distensi vena leher, sakit kepala, pusing, edema periorbital/fasial, dispnea,dan stridor Pasien non-Hodgkin pada resiko sindrom vena kava superior dan obstruksi jalan napas, menunjukkan kedaruratan onkologis.
Kolaborasi
Berikan tambahan oksigen Memaksimalkan ketersediaan untuk untuk kebutuhan sirkulasi, membantu menurunkan hipoksemia
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis : GDA, oksimetri Mengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan keefektifan terapi
Bantu pengobatan pernaapasan/tambahan, mis : IPPB, spirometri insentif. Meningkatkan aerasi maksimal pada semua segmen paru mencegah aetelektasis
Berikan analgesik dan tranquilizer sesuai indikasi Menurunkan respon fisiologis terhadap nyeri/ansietas menurunkan kebutuhan oksigen dan membatasi pengaruh terhadap pernapasan.
Bantu intubasi dan ventilasi mekanik Dapat diperlukan untuk dukungan fungsi pernapasan sampai edema jalan napaas teratasi.
Siapkan untuk terapi radiasi darurat bila diindikasikan Pengobatan pilihan untuk sindrom vena kava superior


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
Berdasarkan dari pemaparan yang penulis tulis didepan dalam laporan ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Colelithiasis adalah adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
2. Dalam memberikan pelayanan terbaik terhadap pasien khususnya pada kasus pasien Colelithiasis ini, anestetis selaku pemberi pelayanan yang baik, harus dapat melaksanakan asuhan keperawatan perioperatif secara komprehensif dengan menggunakan proses perawatan yang meliputi:(1) pengkajian, (2) perumusan diagnose, (3) perencanaan dan pelaksanaan tindakan, (4) evaluasi serta dokumentasi keperawatan.
B. Saran
1. Bagi perawat anestesi
Dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai petugas anestesi diharapkan selalu menerapkan Asuhan Keperawatan Perioperatif (Pre, Intra dan Post Operatif) secara Komprehensif agar pasien mendapatkan pelayanaan yang maksimal.
2. Bagi rumah sakit .
Sebagai bahan masukan dalam penerapan asuhan Keperawatan Perioperatif pada pasien dengan Colelithiasis yang dilakukan operasi.


DAFTAR PUSTAKA

Baughman, diane C, joan CHackley,” Keperawatan Medikal Bedah,” Brunner and suddarth, Edisi 8, Jakarta ; EGC, 2001.

Carpenito, Lynda Juall, “Buku Saku Diagnosa Keperawatan”, Edisi 8, Jakarta, EGC, 2000.

Doengoes, Marillyn E,” Rencana Asuhan Keperwatan”, jakarta: EGC,1999.

Juwono. T, ”Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek”, Jakarta, EGC, 1996.

Michael B. Dobson, ”Penuntun Praktis Anestesi”, Alih bahasa : Adji Dharma, Jakarta, EGC, 1994.

Said A Latief, “Anestesiologie”, FKUI,2002

Selasa, 29 Desember 2009

Sangat banyak Pengetahuan dan Ketrampilan yang pokok untuk dimiliki oleh seorang perawat anestesi, dimana kemampuan perawat anestesi tersebut haruslah lebih mumpuni atau lebih menguasai daripada petugas atau paramedis keperawatan yang lain salah satu hal tersebut yaitu
Bantuan Hidup Dasar :
(Life Support)
Usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa
OTAK & JANTUNG --> tidak dapat 02( 3 – 4 mnt )---> MATI


Jika pasien mengalami hipoksemia sebelumnya, batas waktu itu jadi lebih pendek.
BLS yang dilakukan dengan cara yang benar
menghasilkan cardiac out put 30% dari
cardiac out put normal

CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan pasien kegawat daruratan di RS ataupun di luar RS. CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance datang.Apa yang terjadi saat jantung berhenti berdenyut ??4 menit pertama jantung gagal memompakan darah terutama ke otak, maka akan mengalami kekurang suplai gula darah (utamanya) dan oksigen – otak mengalami iskemia. Lewat dari itu selama 10 menit akan menyebabkan kematian sel otak yang irreversible.(WAKTU KRITIS)
Apa yang mesti dilakukan saat menemukan korban henti jantung /serangan jantung mendadak ??
1. Lihat sekitar korban ada bahaya, singkirkan dan bawa korban ke tempat yang tenang
2. Periksa apakah korban atau pasien sadar : dengan panggil pasien misalnya : “Pak bangun pak ??? Baik-baik sajakah ??? sambil sentuh pundak/bahu pasien kalau dia tidak sadar. Kalau yakin pasien mengalami penurunan kesadaran, terus ke 3.
3. Minta bantuan teman atau telepon no darurat 118/112 (di Indonesia banyak banget), kalau Kuwait cukup 777 (pasti ambulance, polisi dan pemadam kebakaran akan datang kompak), atau di Negara lain Amerika Serikat misalnya 911.
Indonesia :
Nomor darurat telpon selular dan satelit : 112
Ambulans : 118 dan 119.
Badan Search and Rescue Nasional : 115.

Lantas kita Lakukan Prinsip ABC !!!!
A (Airway) – Jalan napas B (Breathing) – Napasnya C (Circulation) – Denyut nadi
Apa yang dilakukan di A – AIRWAY ???
Periksa jalan napas korban dengan cara :
Membuka mulut korban dengan 2 jari, lihat apakah ada benda asing, lidah yang drop atau darah. Kemudian taruh tangan penolong diatas jidat dan bawah dagu korban dan dongakkan kepalanya, hiperfleksi – (Head tilt chin lift), kalau kita curiga ada fraktur servikal maka pakai model jaw trust. Dan buka jalan napas


Selanjutnya B – BREATHING ???
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look – Feel – Listen (Letakkan pipi penolong di depan mulut korban, sambil rasakan dan lihat ke arah dada pasien apakah naik – turun (ekspansinya ada).
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan sampai terlihat rongga dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift). Setelah itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan – kiri dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik – rasakan.


Setelah itu C – CIRCULATION ???
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan kompresi jantung.


Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15, yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per siklus. Ini dilakukan selama 4 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100 kompresi).
Di Inggris sendiri setelah 30 kompresi tidak dilakukan ventilasi (2 bantuan napas mulut – mulut), sedang di AS tetap , 30 kompresi : 2 Ventilasi.
Setelah 4 siklus tadi, cek kembali denyut nadi karotis sampai bantuan Ambulance datang, atau ada respon pasien, atau pasien terlihat mati biologis – tanda-tanda rigor mortis.
Kenapa meningkatkan Kompresi Dada menjadi 30 x persiklus ???
• Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak ventilasi ada fase silence
• Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi untuk mencegah regurgitasi /aspirasi
• Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan ekspirasi napas
Kalau ada DC shock atau Automated External Defibrillator (AED), bisa diberikan kejut jantung sebanyak 200 joule, namun pada VF/VT. Sedangkan kalau henti jantung pukul saja rongga dada dengan model cardiac thumb.